Kamis, 11 November 2010

Identifikasi dan Karakteristik Limbah B3

 
i
Quantcast
I. Pendahuluan
limbah-b31Dalam pengeolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Didalam pengelolaan limbah B3, prinsip pengelolaan tidak sama dengan pengendalian pencemaran air dan udara yang upaya pencegahanna di poin source sedangkan pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to grave. Yang dimaksud dengan from cradle to grave adalah pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur). Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.
Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan / atau beracun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau jumlahnya, baik secara langsung dapat mencemarkan dan / atau merusak lingkungan hidup, dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, keangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas, semua limbah yang sesuai dengan definisi tersebut dapat dikatakan sebagai limbah B3 kecuali bila limbah tersebut dapat mentaati peraturan tentang pengendalian air dan atau pencemaran udara. Misalnya limbah cair yang mengandung logam berat tetapi dapat diolah dengan water treatment dan dapat memenuhi standat effluent limbah yang dimaksud maka, limbah tersebut tidak dikatakan sebagai limbah B3 tetapi dikategorikan limbah cair yang pengawasannya diatur oleh Pemerintah.
II. Identifikasi Limbah B3
Alasan diperlukannya identifikasi limbah B3 adalah:
  1. mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut merupakan limbah B3 atau bukan.
  2. menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau penimbunan.
  3. menilai atau menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan tehadap lingkngan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya
Tahapan yang dilakuka dalam identifikas limbah B3 adalah sebagai berikut:
  1. Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana ditetapkan pada lampiran 1 (Tabel 1,2, dan 3) PP 85/1999.
  2. Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti lampiran tersebut, maka harus diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat infeksius.
  3. apabila kedua tahap telah dijalankan dan tidak termasuk dalam limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi.
III. Karakteristik Limbah B3
Selain berdasarkan sumbernya (Lampiran 1,2 dan 3 PP 85/1999), suatu limbah dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik limbah B3 meliputi:
- mudah meledak
- mudah terbakar
- bersifat reaktif
- beracun
- menyebabkan infeksi
- dan bersifat korosif
Suatu limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan karakteristiknya apabila dalam pengujiannya memiliki satu atau lebih kriteria atau sifat karakteristik limbah B3.

Penyajian Makanan (Prinsip Food Hygiene)

Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:penyajian-makanan
1. Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah
a. Makanan tidak terkontaminasi silang
b. Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan
c. Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2. Prinsip kadar air atinya penempatan makanan yang mengandung kadar air tinggi (kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air tinggi (dalam kuah) lebih mudah menjadi rusak (basi)
3. Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian bahan yang membahayakan kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga plastk.
4. Prinsip Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah seperti makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap jenis makanan agar tidak saling bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi kontaminasi silang.
5. Prinsip Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai, dsb. Untuk mengatur suhu perlu diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus masih berada diatas 600 C. Alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian adalah dengan bean merry (bak penyaji panas)
6. Prinsip alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan sepeti wadah dan tutupnya, dus, pring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi baik. Bersih artinya sudah dicuci dengan cara yang hygienis. Baik artinya utuh, tidak rusak atau cacat dan bekas pakai. Tujuannya untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.
7. Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah:
a. Mencegah pencemaran dari tubuh
b. Memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi

Penyimpanan Bahan makanan (Prinsip Food Hygiene)

Quantcast


Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 prinsip higiene dan sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
A. Suhu penimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
    • Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
    • Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
    • Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
  2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya
    • Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
    • Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
    • Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
  3. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C
  4. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C). penyimpanan-bahan-makanan
B. Tata cara Penyimpanan
1. Peralatan penyimpanan
a. Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
- Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 – 150 C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin.
- Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor.
- Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
- Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama.
b. Penyimpanan suhu kamar
Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut:
- Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah:
o untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh ruangan
o mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus
o untuk memudahkan pembersihan lantai
o untuk mempermudah dilakukan stok opname
- Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur
- Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai
C. Cara penyimpanan
  1. Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata keselutuh bagian
  2. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda.
  3. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.
  4. Penyimpanan didalam lemari es:
a. Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap
b. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan.
c. Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan
d. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan
  1. Penyimpanan makanan kering:
a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik
b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab
c. Rak-rak berjarak minimal 15 cmdari dinding lantai dan 60cm dari langit-langit
d. Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan
e. Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firs in first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu
D. Administrasi penyimpanan
Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan mempunyai kartu stock, sehingga bila terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.

Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan


Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut: 42-18085122
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :
1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.
2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a. Tingginya level suara
b. Lama paparan
c. Spektrum suara
d. Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar
e. Kepekaan individu
f. Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya
g. Keadaan Kesehatan
3. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
4. Prebycusis
Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.
5. Tinitus
Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran . Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).

Sistem dan Standar Pencahayaan Ruang

Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
A. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi. Sistm ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan
B. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki effiesiean pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien pemantulan antara 5-90%
C. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
D. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
E. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.
Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatanya seperti berikut:
Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja
JENIS KEGIATAN
TINGKAT PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX)
KETERANGAN
Pekerjaan kasar dan tidak terus – menerus
100
Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar dan terus – menerus
200
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin
300
Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun
Pekerjaan agak halus
500
Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus
1000
Pemilihan warna, pemrosesan teksti, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat halus
1500
Tidak menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci
3000
Tidak menimbulkan bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia mengklasifikasikan kebutuhan tingkat pencahayaan ruang tergantung area kegiatannya, seperti berikut:
Kebutuhan Pencahayaan Menurut Area Kegiatan
Keperluan
Pencahayaan (LUX)
Contoh Area Kegiatan
Pencahayaan Umum untuk ruangan dan area
yang jarang digunakan
dan/atau tugas-tugas atau
visual sederhana
20
Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan didaerah terbuka, halaman tempat penyimpanan
50
Tempat pejalan kaki & panggung
70
Ruang boiler
100
Halaman Trafo, ruangan tungku, dll.
150
Area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang penyimpan.
Pencahayaan umum untuk interior
200
Layanan penerangan yang minimum dalam tugas
300
Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip.
450
Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan warna, tugas menggambar kritis.
1500
Pekerjaan mesin dan diatas meja yang sangat halus, perakitan mesin presisi kecil dan instrumen; komponen elektronik, pengukuran & pemeriksaan bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat)
Pencahayaan tambahan setempat untuk tugas visual yang tepat
3000
Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali, misal instrumen yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran
Penerangan untuk membaca dokumen lebih tinggi dari pada penerangan untuk melihat komputer, karena tingkat penerangan yang dianjurkan untuk pekerja dengan komputer tidak dapat berdasarkan satu nilai dan sampai saat ini masih kontroversial. Grandjean menyusun rekomendasi tingkat penerangan pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux seperti berikut.
Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer
Keadaan Pekerja
Tingkat Pencahayaan (lux)
Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang terbaca jelas
Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak terbaca jelas
Tugas memasukan data
300
400-500
500-700
Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculocis, yang masih keluarga besar batuk-tbcgenus Mycrobacterium. Dari anggota keluarga Mycrobacterium yang diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah dengan kesehatan masyarakat. Mereka adalah Mycrobacterium tuberculocis, M.bovis yang terdapat pada susu sapi yang tidak dimasak, dan M.leprae yang menyebabkan penyakit kusta.
Mycrobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga disebut dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen terutama pada bagian apical posterior.
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi ada juga yang menyerang organ lain dalam tubuh. Secara khas kuman membentuk granuloma dalam paru dan menimbulkan kerusakan jaringan (nerkosis).
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti udara dalam rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang, gedung pertemuan, dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara langsung, menghirup udara bercampur bakteri TB lalu terinfeksi, lalu menderita TB, tidak demikian. Masih banyak variabel yang berperan dalam timbulnya kejadian TB pada seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang mengandung kuman.
Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+). Apabila penderita TB batuk, berbicara atau bersin, maka ribuan bakteri TB akan berhamburan bersama ”droplet” nafas penderita yang bersangkutan, khususnya pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman TB sangat sensitif terhadap cahaya ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan dalam membunuh kuman di lingkungan. Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat penting dalam manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan.
Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung dan pada manusia yang pertama kali kemasukan disebut primary infection. Infeksi pertama (primer) terjadi ketika seseorang pertama kali kemasukan basil atau kuman TB umumnya tidak terlihat gejalanya. Dan sebagian besar orang, berhasil menahan serangan kuman tersebut dengan cara melakukan isolasi dengan cara dimakan macrophages, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus paru. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh sebab itu, kemudian disebut sebagai kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi, kuman masuk hingga pembentukan kompleks primer sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat diketahui dengan reaksi positif pada tes tuberkulin.
Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1 tahun. Apabila gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk melalui aliran darah dan berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang disebut TB milier. Bahkan kuman bisa dibawa aliran darah ke selaput otak yang disebut meningitis radang selaput otak yang sering menimbulkan sequele gejala sisa yang permanen.
Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada penderita AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan kuman TB. Di negara-negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut jauh lebih besar. Ada ukuran Annual Risk of Tubercolosis Infection (ARTI). Indonesia tercatat memiliki ARTI sebesar 1-2%, sedangkan Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 orang penduduk akan ada 10 orang yang tertular. Sebagian besar yang tertular belum tentu berkembang menjadi TB klinis, hanya sekitar 10% menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1% maka diantara 100.000 penduduk, rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap tahunnya, dimana 100 orang diantaranya adalah BTA positif.

Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru orang-orang yang tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul bila kondisi tubuh mengalami penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita HIV/AIDS (Achmadi, 2005). TB secara teoritis menyerang berbagai organ, namun terutama menyerang organ paru. Sedangkan pada paru-paru tempat yang paling disukai atau tempat yang sering terkena adalah apical pasterior. Hal ini disebabkan karena Mycrobacterium tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan pada daerah tersebut adalah bagian paru-paru yang banyak memiliki oksigen.
Dalam tulisan saya yang sebelumnya, sudah dibahas mengenai pengertian Tuberkulosis (TB), klasifikasi dan gejala TBC, serta diagnosis TBC, maka dalam tulisan ini saya mencoba membahas mengenai faktor resiko TBC
1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5. Kebiasaan Merokokrokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilin
Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx, terdiri dari gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau sangat tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk asam sulfas atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. Konsentrasi gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm.emisi-gas-so2
Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 . Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah terbesar. Jumlah SO2 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu dan bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :
S + O2   ———- > SO2
2SO2 + O2 ————> 2SO3
SO3 biasanya diproduksi dalam jumlah kecil selama pembakaran. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yang menyangkut reaksi terakhir tersebut di atas. Faktor pertama adalah kecepatan reaksi yang terjadi, dan faktor kedua adalah konsentrasi SO3 dalam campuran ekuilibrium yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Reaksi pembentukan SO3 berlangsung sangat lambat pada suhu relatif rendah (misalnya pada 200oC), tetapi kecepatan reaksi meningkat dengan kenaikan suhu. Oleh karena itu produksi SO3 dirangsang pada suhu tinggi karena faktor kecepatan. Tetapi campuran ekuilibrium yang dihasilkan pada suhu rendah mengandung persentase SO3 lebih tinggi daripada campuran yang dihasilkan pada suhu tinggi. Jadi faktor konsentrasi ekuilibrium merangsang produksi SO3 pada suhu lebih rendah. Jelas bahwa kedua faktor tersebut mempunyai kecenderungan untuk menghambat satu sama lain selama pembakaran. Pada suhu tinggi reaksi mengakibatkan ekuilibrium tercapai dengan cepat karena kecepatan reaksi tinggi, tetapi hanya sedikit SO3 terdapat di dalam campuran. Pada suhu rendah, reaksi berlangsung sangat lambat sehingga kondisi ekuilibrium (sesuai dengan konsentrasi SO3 tinggi) tidak pernah tercapai. Jadi produksi SO3 terhambat pada zona pembakaran suhu tinggi karena kondisi ekuilibrium. Jika produk dijauhkan dari zona tersebut dan didinginkan, kondisi ekuilibrium dapat tercapai, tetapi kecepatan reaksi akan menghambat pembenutkan SO3 dalam jumlah tinggi.
Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika usap air terdapat dalam jumlah cukup seperti biasanya, SO3 dan air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4).
Setelah berada di atmosfer, sebagian SO2 akan diubah menjadi SO3 (kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik. Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari
Terkait: Dampak Sulfur Oksida (SOx) Terhadap Kesehatan